• GRIYA TAHFIDZ AL-FIIL Tangerang Selatan

    Griya Tahfidz Al Fiil adalah lembaga setara dengan SMP/MTs untuk menjadikan Al-Qur'an sebagai Al-Huda, AL-Furqon dan As-Syifa. Al-Qur'an menjadi hal utama yang dipelajari, difahami, dihafalkan dan diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari, apalagi diperkuat dengan Thibbun Nabawi, sehingga terbentuklah santri/wati yang sehat lahir batin, sehat untuk taat dalam menjalankan perintah Allah dan taat dalam kehidupan demi meraih kehidupan akhirat yang abadi.

  • Tujuan penyelenggaran Pondok Tahfidz Al-Fiil

    menciptakan generasi muda yang hafal Al-Qur’an baik ayat maupun maknanya sehingga pengamalannya bisa diaplikasikan dalam kehidupan didunia hingga akhirat

  • Pengawasan 24 Jam

    Pengawasan kegiatan santri 24 jam selama di Pondok Tahfidh Al-Fiil santri diawasi baik sikap, adab dan prilakunya sehingga diharapkan menjadi suri teladan bagi diri dan keluarganya.

  • Sarana Prasarana

    Sarana Yang Memadai Baik asrama yang kondusif, ruang belajar, mushola, aula,Kolam Renang, koperasi, kantor, perpustakaan, kesehatan, lab komputer. Dan lab kesehatan

  • Biaya Terjangkau

    Biaya atau infaq bulanan yang terjangkau serta infaq masuk ma'had yang bisa diangsur sesuai kemampuan dari masing-masing wali santri.

INFAQ GRIYA TAHFIDZ AL-FIIL



Griya tahfidz alfiil adalah lembaga setara SMP)tsanawiyyah utk menjadikan Alquran sebagai Alhuda Alfurqon dan Asyyiffa

Alquran menjadi hal utama yang di pelajari,di fahami,di hafalkan dan di jadikan aplikasi untuk setiap harinya.Di perkuat dengan thibbun nabawwiy

sehingga santri/wati tercipta orang yang sehat lahir batin ,sehat untuk taat, taat dalam hidup untuk akhirat


 

Share:

Memahami Allah Maha Pemberi Rizki



Memahami Allah Maha Pemberi Rizki


Kita telah mengetahui bahwa Allah satu-satunya pemberi rizki. Rizki sifatnya umum, yaitu segala sesuatu yang dimiliki hamba, baik berupa makanan dan selain itu. Dengan kehendak-Nya, kita bisa merasakan berbagai nikmat rizki, makan, harta dan lainnya. Namun mengapa sebagian orang sulit menyadari sehingga hatinya pun bergantung pada selain Allah. Lihatlah di masyarakat kita bagaimana sebagian orang mengharap-harap agar warungnya laris dengan memasang berbagai penglaris. Agar bisnis komputernya berjalan mulus, ia datang ke dukun dan minta wangsit, yaitu apa yang mesti ia lakukan untuk memperlancar bisnisnya dan mendatangkan banyak konsumen. Semuanya ini bisa terjadi karena kurang menyadari akan pentingnya aqidah dan tauhid, terutama karena tidak merenungkan dengan baik nama Allah “Ar Rozzaq” (Maha Pemberi Rizki).

Allah Satu-Satunya Pemberi Rizki

Sesungguhnya Allah adalah satu-satunya pemberi rizki, tidak ada sekutu bagi-Nya dalam hal itu. Karena Allah Ta’ala berfirman,

يَا أَيُّهَا النَّاسُ اذْكُرُوا نِعْمَةَ اللَّهِ عَلَيْكُمْ هَلْ مِنْ خَالِقٍ غَيْرُ اللَّهِ يَرْزُقُكُمْ مِنَ السَّمَاءِ وَالْأَرْضِ

Hai manusia, ingatlah akan nikmat Allah kepadamu. Adakah Pencipta selain Allah yang dapat memberikan rezki kepada kamu dari langit dan bumi?” (QS. Fathir: 3)

قُلْ مَنْ يَرْزُقُكُمْ مِنَ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ قُلِ اللَّهُ

Katakanlah: “Siapakah yang memberi rezeki kepadamu dari langit dan dari bumi?” Katakanlah: “Allah.” (QS. Saba’: 24)

Tidak ada yang berserikat dengan Allah dalam memberi rizki. Oleh karena itu, tidak pantas Allah disekutukan dalam ibadah, tidak pantas Allah disembah dan diduakan dengan selain. Dalam lanjutan surat Fathir, Allah Ta’ala berfirman,

لَا إِلَهَ إِلَّا هُوَ فَأَنَّى تُؤْفَكُونَ

Tidak ada ilah (sesembahan) yang berhak disembah selain Allah; maka mengapakah engkau bisa berpaling (dari perintah beribadah kepada Allah semata)?” (QS. Fathir: 3)

Selain Allah sama sekali tidak dapat memberi rizki. Allah Ta’ala berfirman,

وَيَعْبُدُونَ مِنْ دُونِ اللَّهِ مَا لَا يَمْلِكُ لَهُمْ رِزْقًا مِنَ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ شَيْئًا وَلَا يَسْتَطِيعُونَ

Dan mereka menyembah selain Allah, sesuatu yang tidak dapat memberikan rezki kepada mereka sedikitpun dari langit dan bumi, dan tidak berkuasa (sedikit juapun).” (QS. An Nahl: 73)

Seandainya Allah menahan rizki manusia, maka tidak ada selain-Nya yang dapat membuka pintu rizki tersebut. Allah Ta’ala berfirman,

مَا يَفْتَحِ اللَّهُ لِلنَّاسِ مِنْ رَحْمَةٍ فَلَا مُمْسِكَ لَهَا وَمَا يُمْسِكْ فَلَا مُرْسِلَ لَهُ مِنْ بَعْدِهِ وَهُوَ الْعَزِيزُ الْحَكِيمُ

Apa saja yang Allah anugerahkan kepada manusia berupa rahmat, maka tidak ada seorang pun yang dapat menahannya; dan apa saja yang ditahan oleh Allah maka tidak seorangpun yang sanggup melepaskannya sesudah itu. dan Dialah yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.” (QS. Fathir: 2). Itu memang benar, tidak mungkin ada yang dapat memberikan makan  dan minum ketika Allah menahan rizki tersebut.

Allah Memberi Rizki Tanpa Ada Kesulitan

Allah memberi rizki tanpa ada kesulitan dan sama sekali tidak terbebani. Ath Thohawi rahimahullah dalam matan kitab aqidahnya berkata, “Allah itu Maha Pemberi Rizki dan sama sekali tidak terbebani.” Seandainya semua makhluk meminta pada Allah, Dia akan memberikan pada mereka dan itu sama sekali tidak akan mengurangi kerajaan-Nya sedikit pun juga. Dalam hadits qudsi disebutkan, Allah Ta’ala berfirman,

يَا عِبَادِى لَوْ أَنَّ أَوَّلَكُمْ وَآخِرَكُمْ وَإِنْسَكُمْ وَجِنَّكُمْ قَامُوا فِى صَعِيدٍ وَاحِدٍ فَسَأَلُونِى فَأَعْطَيْتُ كُلَّ إِنْسَانٍ مَسْأَلَتَهُ مَا نَقَصَ ذَلِكَ مِمَّا عِنْدِى إِلاَّ كَمَا يَنْقُصُ الْمِخْيَطُ إِذَا أُدْخِلَ الْبَحْرَ

Wahai hamba-Ku, seandainya orang-orang yang terdahulu dan orang-orang yang belakangan serta semua jin dan manusia berdiri di atas bukit untuk memohon kepada-Ku, kemudian masing-masing Aku penuh permintaannya, maka hal itu tidak akan mengurangi kekuasaan yang ada di sisi-Ku, melainkan hanya seperti benang yang menyerap air ketika dimasukkan ke dalam lautan.” (HR. Muslim no. 2577, dari Abu Dzar Al Ghifari). Mengenai hadits ini, Ibnu Rajab rahimahullah berkata, “Hadits ini memotivasi setiap makhluk untuk meminta pada Allah dan meminta segala kebutuhan pada-Nya.”[1]

Dalam hadits dikatakan, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

« إِنَّ اللَّهَ قَالَ لِى أَنْفِقْ أُنْفِقْ عَلَيْكَ ». وَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- « يَمِينُ اللَّهِ مَلأَى لاَ يَغِيضُهَا سَحَّاءُ اللَّيْلَ وَالنَّهَارَ أَرَأَيْتُمْ مَا أَنْفَقَ مُذْ خَلَقَ السَّمَاءَ وَالأَرْضَ فَإِنَّهُ لَمْ يَغِضْ مَا فِى يَمِينِهِ »

“Allah Ta’ala berfirman padaku, ‘Berinfaklah kamu, niscaya Aku akan berinfak (memberikan ganti) kepadamu.’ Dan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Pemberian Allah selalu cukup, dan tidak pernah berkurang walaupun mengalir siang dan malam. Adakah terpikir olehmu, sudah berapa banyakkah yang diberikan Allah sejak terciptanya langit dan bumi? Sesungguhnya apa yang ada di Tangan Allah, tidak pernah berkurang karenanya.” (HR. Bukhari no. 4684 dan Muslim no. 993)

Ibnu Hajar Al Asqolani rahimahullah berkata, “Allah sungguh Maha Kaya. Allah yang memegang setiap rizki yang tak terhingga, yakni melebihi apa yang diketahui setiap makhluk-Nya.”[2]

Allah Menjadikan Kaya dan Miskin dengan Adil

Allah memiliki berbagai hikmah dalam pemberian rizki. Ada yang Allah jadikan kaya dengan banyaknya rizki dan harta. Ada pula yang dijadikan miskin. Ada hikmah berharga di balik itu semua. Allah Ta’ala berfirman,

وَاللَّهُ فَضَّلَ بَعْضَكُمْ عَلَى بَعْضٍ فِي الرِّزْقِ

Dan Allah melebihkan sebahagian kamu dari sebagian yang lain dalam hal rezki.” (QS. An Nahl: 71)

Dalam ayat lain disebutkan,

إِنَّ رَبَّكَ يَبْسُطُ الرِّزْقَ لِمَنْ يَشَاءُ وَيَقْدِرُ إِنَّهُ كَانَ بِعِبَادِهِ خَبِيرًا بَصِيرًا

Sesungguhnya Tuhanmu melapangkan rezki kepada siapa yang Dia kehendaki dan menyempitkannya; Sesungguhnya Dia Maha mengetahui lagi Maha melihat akan hamba-hamba-Nya.” (QS. Al Isro’: 30)

Dalam ayat kedua di atas, di akhir ayat Allah berfirman (yang artinya), “Sesungguhnya Dia Maha mengetahui lagi Maha melihat akan hamba-hamba-Nya”. Ibnu Katsir menjelaskan maksud penggalan ayat terakhir tersebut, “Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui dan Maha Melihat manakah di antara hamba-Nya yang pantas kaya dan pantas miskin.” Sebelumnya beliau rahimahullah berkata, “Allah menjadikan kaya dan miskin bagi siapa saja yang Allah kehendaki. Di balik itu semua ada hikmah.”[3]

Di tempat lain, Ibnu Katsir menerangkan firman Allah,

وَلَوْ بَسَطَ اللَّهُ الرِّزْقَ لِعِبَادِهِ لَبَغَوْا فِي الْأَرْضِ وَلَكِنْ يُنَزِّلُ بِقَدَرٍ مَا يَشَاءُ إِنَّهُ بِعِبَادِهِ خَبِيرٌ بَصِيرٌ

Dan jikalau Allah melapangkan rezki kepada hamba-hamba-Nya tentulah mereka akan melampaui batas di muka bumi, tetapi Allah menurunkan apa yang dikehendaki-Nya dengan ukuran. Sesungguhnya Dia Maha Mengetahui (keadaan) hamba-hamba-Nya lagi Maha Melihat.” (QS. Asy Syuraa: 27) Beliau rahimahullah lantas menjelaskan,“Seandainya Allah memberi hamba tersebut rizki lebih dari yang mereka butuh , tentu mereka akan melampaui batas, berlaku kurang ajar satu dan lainnya, serta akan bertingkah sombong.”

Selanjutnya Ibnu Katsir menjelaskan lagi, “Akan tetapi Allah memberi rizki pada mereka sesuai dengan pilihan-Nya dan Allah selalu melihat manakah yang maslahat untuk mereka. Allah tentu yang lebih mengetahui manakah yang terbaik untuk mereka. Allah-lah yang memberikan kekayaan bagi mereka yang Dia nilai pantas menerimanya. Dan Allah-lah yang memberikan kefakiran bagi mereka yang Dia nilai pantas menerimanya.”[4]

Dalam sebuah hadits disebutkan,

إن من عبادى من لا يصلح إيمانه إلا بالغنى ولو أفقرته لكفر، وإن من عبادى من لا يصلح إيمانه إلا الفقر ولو أغنيته لكفر

Sesungguhnya di antara hamba-Ku, keimanan barulah menjadi baik jika Allah memberikan kekayaan padanya. Seandainya Allah membuat ia miskin, tentu ia akan kufur. Dan di antara hamba-Ku, keimanan barulah baik jika Allah memberikan kemiskinan padanya. Seandainya Allah membuat ia kaya, tentu ia akan kufur”.[5] Hadits ini dinilai dho’if(lemah), namun maknanya adalah shahih karena memiliki dasarshahih dari surat Asy Syuraa ayat 27.

Kaya Bukan Tanda Mulia, Miskin Bukan Tanda Hina

Ketahuilah bahwa kaya dan miskin bukanlah tanda orang itu mulia dan hina. Karena orang kafir saja Allah beri rizki, begitu pula dengan orang yang bermaksiat pun Allah beri rizki. Jadi rizki tidak dibatasi pada orang beriman saja. Itulah lathif-nya Allah (Maha Lembutnya Allah). Sebagaimana dalam ayat disebutkan,

اللهُ لَطِيفٌ بِعِبَادِهِ يَرْزُقُ مَنْ يَشَاءُ وَهُوَ القَوِيُّ العَزِيزُ

Allah Maha lembut terhadap hamba-hamba-Nya; Dia memberi rezki kepada yang di kehendaki-Nya dan Dialah yang Maha kuat lagi Maha Perkasa.” (QS. Asy Syura: 19)

Sifat orang-orang yang tidak beriman adalah menjadikan tolak ukur kaya dan miskin sebagai ukuran mulia ataukah tidak. Allah Ta’ala berfirman,

وَقَالُوا نَحْنُ أَكْثَرُ أَمْوَالًا وَأَوْلَادًا وَمَا نَحْنُ بِمُعَذَّبِينَ (35) قُلْ إِنَّ رَبِّي يَبْسُطُ الرِّزْقَ لِمَنْ يَشَاءُ وَيَقْدِرُ وَلَكِنَّ أَكْثَرَ النَّاسِ لَا يَعْلَمُونَ (36) وَمَا أَمْوَالُكُمْ وَلَا أَوْلَادُكُمْ بِالَّتِي تُقَرِّبُكُمْ عِنْدَنَا زُلْفَى إِلَّا مَنْ آَمَنَ وَعَمِلَ صَالِحًا فَأُولَئِكَ لَهُمْ جَزَاءُ الضِّعْفِ بِمَا عَمِلُوا وَهُمْ فِي الْغُرُفَاتِ آَمِنُونَ (37)

Dan mereka berkata: “Kami lebih banyak mempunyai harta dan anak- anak (daripada kamu) dan Kami sekali-kali tidak akan diazab. Katakanlah: “Sesungguhnya Tuhanku melapangkan rezki bagi siapa yang dikehendaki-Nya dan menyempitkan (bagi siapa yang dikehendaki-Nya). Akan tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui”. Dan sekali-kali bukanlah harta dan bukan (pula) anak-anak kamu yang mendekatkan kamu kepada Kami sedikit pun; tetapi orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal-amal saleh, mereka itulah yang memperoleh balasan yang berlipat ganda disebabkan apa yang telah mereka kerjakan; dan mereka aman sentosa di tempat-tempat yang Tinggi (dalam syurga).” (QS. Saba’: 35-37)

Orang-orang kafir berpikiran bahwa banyaknya harta dan anak adalah tanda cinta Allah pada mereka. Perlu diketahui bahwa jika mereka, yakni orang-orang kafir diberi rizi di dunia, di akherat mereka akan sengsara dan diadzab. Allah subhanahu wa ta’ala telah menyanggah pemikiran rusak orang kafir tadi dalam firman-Nya,

نُسَارِعُ لَهُمْ فِي الْخَيْرَاتِ بَلْ لَا يَشْعُرُونَ

Kami bersegera memberikan kebaikan-kebaikan kepada mereka? Tidak, sebenarnya mereka tidak sadar.” (QS. Al Mu’minun: 56)

Bukanlah banyaknya harta dan anak yang mendekatkan diri pada Allah, namun iman dan amalan sholeh. Sebagaiman dalam surat Saba’ di atas disebutkan,

وَمَا أَمْوَالُكُمْ وَلَا أَوْلَادُكُمْ بِالَّتِي تُقَرِّبُكُمْ عِنْدَنَا زُلْفَى إِلَّا مَنْ آَمَنَ وَعَمِلَ صَالِحًا

“Dan sekali-kali bukanlah harta dan bukan (pula) anak-anak kamu yang mendekatkan kamu kepada Kami sedikit pun; tetapi orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal-amal saleh.” Penjelasan dalam ayat ini senada dengan sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,

إِنَّ اللَّهَ لاَ يَنْظُرُ إِلَى صُوَرِكُمْ وَأَمْوَالِكُمْ وَلَكِنْ يَنْظُرُ إِلَى قُلُوبِكُمْ وَأَعْمَالِكُمْ

Sesungguhnya Allah tidak melihat kepada rupa dan harta kalian, tetapi Allah melihat kepada hati dan amal kalian” (HR. Muslim no. 2564, dari Abu Hurairah)

Kaya bisa saja sebagai istidroj dari Allah, yaitu hamba yang suka bermaksiat dibuat terus terlena dengan maksiatnya lantas ia dilapangkan rizki. Miskin pun bisa jadi sebagai adzab atau siksaan. Semoga kita bisa merenungkan hal ini.

Ibnu Katsir rahimahullah ketika menerangkan firman Allah,

فَأَمَّا الْإِنْسَانُ إِذَا مَا ابْتَلَاهُ رَبُّهُ فَأَكْرَمَهُ وَنَعَّمَهُ فَيَقُولُ رَبِّي أَكْرَمَنِ (15) وَأَمَّا إِذَا مَا ابْتَلَاهُ فَقَدَرَ عَلَيْهِ رِزْقَهُ فَيَقُولُ رَبِّي أَهَانَنِ (16)

Adapun manusia apabila Tuhannya mengujinya lalu Dia dimuliakan-Nya dan diberi-Nya kesenangan, Maka Dia akan berkata: “Tuhanku telah memuliakanku”. Adapun bila Tuhannya mengujinya lalu membatasi rizkinya Maka Dia berkata: “Tuhanku menghinakanku“. (QS. Al Fajr: 15-16); beliau rahimahullah berkata, “Dalam ayat tersebut, Allah Ta’ala mengingkari orang yang keliru dalam memahami maksud Allah meluaskan rizki. Allah sebenarnya menjadikan hal itu sebagai ujian. Namun dia menyangka dengan luasnya rizki tersebut, itu berarti Allah memuliakannya. Sungguh tidak demikian, sebenarnya itu hanyalah ujian. Sebagaimana Allah Ta’ala berfirman,

أَيَحْسَبُونَ أَنَّمَا نُمِدُّهُمْ بِهِ مِنْ مَالٍ وَبَنِينَ نُسَارِعُ لَهُمْ فِي الْخَيْرَاتِ بَل لا يَشْعُرُونَ

Apakah mereka mengira bahwa harta dan anak-anak yang Kami berikan kepada mereka itu (berarti bahwa), Kami bersegera memberikan kebaikan-kebaikan kepada mereka? Tidak, sebenarnya mereka tidak sadar.” (QS. Al Mu’minun: 55-56)

Sebaliknya, jika Allah menyempitkan rizki, ia merasa bahwa Allah menghinangkannya. Sebenarnya tidaklah sebagaimana yang ia sangka. Tidaklah seperti itu sama sekali. Allah memberi rizki itu bisa jadi pada orang yang Dia cintai atau pada yang tidak Dia cintai. Begitu pula Allah menyempitkan rizki pada pada orang yang Dia cintai atau pun tidak.  Sebenarnya yang jadi patokan ketika seseorang dilapangkan dan disempitkan rizki adalah dilihat dari ketaatannya pada Allah dalam dua keadaan tersebut. Jika ia adalah seorang yang berkecukupan, lantas ia bersyukur pada Allah dengan nikmat tersebut, maka inilah yang benar. Begitu pula ketika ia serba kekurangan, ia pun bersabar.”[6]

Sebab Bertambah dan Barokahnya Rizki

Takwa kepada Allah adalah sebab utama rizki menjadi barokah. Allah subhanahu wa ta’ala menceritakan mengenai Ahli Kitab,

وَلَوْ أَنَّهُمْ أَقَامُوا التَّوْرَاةَ وَالْإِنْجِيلَ وَمَا أُنْزِلَ إِلَيْهِمْ مِنْ رَبِّهِمْ لَأَكَلُوا مِنْ فَوْقِهِمْ وَمِنْ تَحْتِ أَرْجُلِهِمْ مِنْهُمْ أُمَّةٌ مُقْتَصِدَةٌ وَكَثِيرٌ مِنْهُمْ سَاءَ مَا يَعْمَلُونَ

Dan sekiranya mereka sungguh-sungguh menjalankan (hukum) Taurat dan Injil dan (Al Quran) yang diturunkan kepada mereka dari Rabbnya, niscaya mereka akan mendapat makanan dari atas dan dari bawah kaki mereka. Di antara mereka ada golongan yang pertengahan. dan Alangkah buruknya apa yang dikerjakan oleh kebanyakan mereka.” (QS. Al Maidah: 66)

Dalam ayat lain, Allah Ta’ala berfirman,

وَلَوْ أَنَّ أَهْلَ القُرَى آَمَنُوا وَاتَّقَوْا لَفَتَحْنَا عَلَيْهِمْ بَرَكَاتٍ مِنَ السَّمَاءِ وَالأَرْضِ

Jikalau sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi.” (QS. Al A’rof: 96)

وَمَنْ يَتَّقِ اللَّهَ يَجْعَلْ لَهُ مَخْرَجًا , وَيَرْزُقْهُ مِنْ حَيْثُ لَا يَحْتَسِبُ

Barangsiapa bertakwa kepada Allah niscaya Dia akan Mengadakan baginya jalan keluark, dan memberinya rezki dari arah yang tiada disangka-sangkanya.” (QS. Ath Tholaq: 2-3)

وَأَنْ لَوِ اسْتَقَامُوا عَلَى الطَّرِيقَةِ لَأَسْقَيْنَاهُمْ مَاءً غَدَقًا

Dan bahwasanya jikalau mereka tetap berjalan lurus di atas jalan itu (agama Islam), benar-benar Kami akan memberi minum kepada mereka air yang segar (rezki yang banyak).” (QS. Al Jin: 16)

وَإِذْ تَأَذَّنَ رَبُّكُمْ لَئِنْ شَكَرْتُمْ لَأَزِيدَنَّكُمْ

Dan (ingatlah juga), tatkala Rabbmu memaklumkan; “Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu.” (QS. Ibrahim: 7)

Sebab Berkurang dan Hilangnya Barokah Rizki

Kebalikan dari di atas, rizki bisa berkurang dan hilang barokahnya karena maksiat dan dosa. Mungkin saja hartanya banyak, namun hilang barokah atau kebaikannya. Karena rizki dari Allah tentu saja diperoleh dengan ketaatan. Allah Ta’ala berfirman,

ظَهَرَ الفَسَادُ فِي البَرِّ وَالبَحْرِ بِمَا كَسَبَتْ أَيْدِي النَّاسِ لِيُذِيقَهُمْ بَعْضَ الَّذِي عَمِلُوا لَعَلَّهُمْ يَرْجِعُونَ

Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebahagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar).” (QS. Ar Rum: 41). Yang dimaksudkan kerusakan di sini—kata sebagian ulama–  adalah kekeringan, paceklik, hilangnya barokah (rizki). Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma berkata, “Yang dimaksudkan kerusakan di sini adalah hilangnya barokah (rizki) karena perbuatan hamba. Ini semua supaya mereka kembali pada Allah dengan bertaubat.” Sedangkan yang dimaksud dengan kerusakan di laut adalah sulitnya mendapat buruan di laut. Kerusakan ini semua bisa terjadi karena dosa-dosa manusia.[7]

Yang Penting Berusaha dan Tawakkal

Keimanan yang benar rizki bukan hanya dinanti-nanti. Kita bukan menunggu ketiban rizki dari langit. Tentu saja harus ada usaha dan tawakkal, yaitu bersandar pada Allah. Dari Umar bin Al Khoththob radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

لَوْ أَنَّكُمْ تَتَوَكَّلُونَ عَلَى اللَّهِ حَقَّ تَوَكُّلِهِ لَرَزَقَكُمْ كَمَا يَرْزُقُ الطَّيْرَ تَغْدُو خِمَاصاً وَتَرُوحُ بِطَاناً

Seandainya kalian betul-betul bertawakkal pada Allah, sungguh Allah akan memberikan kalian rizki sebagaimana burung mendapatkan rizki. Burung tersebut pergi pada pagi hari dalam keadaan lapar dan kembali sore harinya dalam keadaan kenyang.”[8]

Ibnu ‘Allan mengatakan bahwa As Suyuthi mengatakan, “Al Baihaqi mengatakan dalam Syu’abul Iman:

Hadits ini bukanlah dalil untuk duduk-duduk santai, enggan melakukan usaha untuk memperoleh rizki. Bahkan hadits ini merupakan dalil yang memerintahkan untuk mencari rizki karena burung tersebut pergi di pagi hari untuk mencari rizki. Jadi, yang dimaksudkan dengan hadits ini –wallahu a’lam-: Seandainya mereka bertawakkal pada Allah Ta’ala dengan pergi dan melakukan segala aktivitas dalam mengais rizki, kemudian melihat bahwa setiap kebaikan berada di tangan-Nya dan dari sisi-Nya, maka mereka akan memperoleh rizki tersebut sebagaimana burung yang pergi pagi hari dalam keadaan lapar, kemudian kembali dalam keadaan kenyang. Namun ingatlah bahwa mereka tidak hanya bersandar pada kekuatan, tubuh, dan usaha mereka saja, atau bahkan mendustakan yang telah ditakdirkan baginya. Karena ini semua adanya yang menyelisihi tawakkal.”[9]

Rizki yang Paling Mulia

Sebagian kita menyangka bahwa rizki hanyalah berputar pada harta dan makanan. Setiap meminta dalam do’a mungkin saja kita berpikiran seperti itu. Perlu kita ketahui bahwa rizki yang paling besar yang Allah berikan pada hamba-Nya adalah surga (jannah). Inilah yang Allah janjikan pada hamba-hamba-Nya yang sholeh. Surga adalah nikmat dan rizki yang tidak pernah disaksikan oleh mata, tidak pernah didengar oleh telinga, dan tidak pernah tergambarkan dalam benak pikiran. Setiap rizki yang Allah sebutkan bagi hamba-hamba-Nya, maka umumnya yang dimaksudkan adalah surga itu sendiri. Hal ini sebagaimana maksud dari firman Allah Ta’ala,

لِيَجْزِيَ الَّذِينَ آَمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ أُولَئِكَ لَهُمْ مَغْفِرَةٌ وَرِزْقٌ كَرِيمٌ

Supaya Allah memberi Balasan kepada orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal yang saleh. mereka itu adalah orang-orang yang baginya ampunan dan rezki yang mulia.” (QS. Saba’: 4)

وَمَنْ يُؤْمِنْ بِاللهِ وَيَعْمَلْ صَالِحًا يُدْخِلْهُ جَنَّاتٍ تَجْرِي مِنْ تَحْتِهَا الأَنْهَارُ خَالِدِينَ فِيهَا أَبَدًا قَدْ أَحْسَنَ اللهُ لَهُ رِزْقًا

Dan barangsiapa beriman kepada Allah dan mengerjakan amal yang saleh niscaya Allah akan memasukkannya ke dalam surga-surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai; mereka kekal di dalamnya selama-lamanya. Sesungguhnya Allah memberikan rezki yang baik kepadanya.” (QS. Ath Tholaq: 11)[10]

Jika setiap kita memahami hal ini, yang Allah satu-satunya pemberi rizki dan sungguh Allah benar-benar yang terbaik bagi kita, maka tentu saja kita tidak akan menggantungkan hati pada selain Allah untuk melariskan bisnis. Allah Ta’ala sungguh benar-benar Maha Mencukupi. Allah Maha Mengetahui manakah yang terbaik untuk hamba-Nya, sehingga ada yang Dia jadikan kaya dan miskin. Setiap hamba tidak perlu bersusah payah mencari solusi rizki dengan meminta dan menggantungkan hati pada selain-Nya. Tidak perlu lagi bergantung pada jimat dan penglaris. Gantilah dengan banyak memohon dan meminta kemudahan rizki dari Allah. Wallahu waliyyut taufiq. (*)

Finished on Monday, 2nd Dzulhijjah 1431 H (8/11/2010), in KSU, Riyadh, KSA

Penulis: Muhammad Abduh Tuasikal

Artikel www.muslim.or.id


[1] Jaami’ul ‘Ulum wal Hikam, Ibnu Rajab Al Hambali, Tahqiq: Syaikh Syu’aib Al Arnauth, Muassasah Ar Risalah, 1419, 2/48

[2] Fathul Bari, Ibnu Hajar Al Asqolani, Darul Ma’rifah, Beirut, 1379, 13/395.

[3] Tafsir Al Qur’an Al ‘zhim, Ibnu Katsir, Muassasah Qurthubah, 8/479

[4]Lihat Tafsir Al Qur’an Al ‘Azhim, 12/278.

[5]As Silsilah Adh Dho’ifah no. 1774. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini dho’if.

[6] Tafsir Al Qur’an Al ‘Azhim, 14/347.

[7] Tafsir Al Qurthubi (Al Jaami’ li Ahkamil Qur’an), Mawqi’ Ya’sub (sesuai standar cetakan), 14/40.

[8] HR. Ahmad (1/30), Tirmidzi no. 2344, Ibnu Majah no. 4164, dan Ibnu Hibban no. 402. Syaikh Al Albani dalam Silsilah Ash Shohihah no.310 mengatakan bahwa hadits ini shahih. Syaikh Muqbil Al Wadi’i dalam Shohih Al Musnad no. 994 mengatakan bahwa hadits ini hasan.

[9] Dalilul Falihin, Ibnu ‘Alan Asy Syafi’i, Asy Syamilah, 1/335.

[10] Bahasan dalam tulisan ini, kami kembangkan dari tulisan di web:  http://www.dorar.net/enc/aqadia/1241, dengan judul: Pengaruh iman terhadap nama Allah “Ar Rozzaq”.





Share:

Manfaat Bekam




7 MANFAAT BEKAM

Sebagian orang memilih pengobatan alternatif seperti bekam karena dianggap memiliki efek samping yang ringan dan biayanya pun terjangkau.

Metode bekam sendiri berasal dari Mesir, Tiongkok dan Timur Tengah, sebagai pengobatan yang dianggap ampuh mencegah dan mengobati berbagai penyakit. Zaman sekarang pun banyak selebriti dunia yang sudah mencoba bekam.

Sebut saja Jennifer Anniston, Victoria Beckham dan Gwyneth Paltrow. Nah, buat kamu yang masih ragu namun penasaran dengan praktik bekam.

1. Seperti dipijat lembut hingga membuat tubuh lebih segar

Saat pertama kali bekam, kamu akan merasa badanmu seperti dipijat dengan lembut. Titik-titik bekam untuk membuatmu relaks berada di daerah punggung dan leher.

Khasiatnya sendiri adalah untuk menyembuhkan nyeri otot, nyeri punggung, dan leher yang kaku.


2. Menyembuhkan sakit kepala ringan dan sakit kepala sebelah

Untuk kamu yang sering mengalami sakit kepala dan migrain, tidak ada salahnya mencoba bekam. Adapun titik-titik terbaik untuk menyembuhkan keluhan ini adalah di leher dan kepala.

Meski begitu, kamu perlu rela mencukur sebagian rambutmu agar bisa dibekam.


3. Menurunkan berat badan dengan menyedot jaringan lemak 

Tidak cuma darah yang bisa dinormalkan dengan bekam, jaringan lemak juga bisa disedot dari pori-pori tubuh lewat bekam. Adapun target pembekaman adalah titik-titik yang banyak jaringan lemaknya.

Cara ini efektif karena bekam sendiri membuat metabolisme tubuh membaik. Meski begitu, kamu juga harus mengimbanginya dengan latihan dan olahraga agar hasilnya maksimal.

4. Detoksifikasi atau mengeluarkan racun dari dalam tubuh

Tak hanya nutrisi, racun pun banyak diserap oleh tubuh manusia setiap harinya. Hal itu dikarenakan manusia setiap hari mengonsumsi makanan, minuman, bahkan menghirup udara yang bisa jadi telah terkontaminasi.

Banyaknya racun yang diserap dalam darah dapat dilihat dari warna darah yang keluar dari hasil bekam. Semakin pekat warnanya, semakin banyak pula racun yang dikeluarkan oleh tubuh.


5. Membuat pernapasan makin sehat

Masalah dan penyakit pernapasan, seperti asma, juga bisa ditangani dengan metode bekam. Caranya dengan membekam titik-titik yang terhubung dengan paru-paru.

Kamu perlu melakukan bekam secara rutin untuk hasil yang maksimal.

 

6. Menyembuhkan darah tinggi

Tekanan darah tinggi menyebabkan komplikasi, seperti penyakit jantung, ginjal dan diabetes. Untuk menanganinya, kamu bisa melakukan bekam di titik-titik khusus, seperti bahu, kepala dan badan.

Meski begitu, kamu tetap harus memperbaiki gaya hidup, seperti mengonsumsi makanan sehat hingga rutin berolahraga.


7. Mengurangi stres hingga mencegah depresi

Banyak hal di dunia ini yang membuatmu mudah stres, misalnya saja keharusan untuk belajar, beban di sekolah atau kerjaan dan permasalahan keluarga.

Bekam sendiri bisa dikatakan sebagai metode relaksasi yang membuat badanmu terasa ringan dan nyaman.

Nah, itulah 7 manfaat bekam yang luar biasa untuk kesehatan tubuh. Meski meninggalkan bekas dan luka, kamu akan merasakan khasiatnya. Harganya pun terjangkau mulai dari puluhan hingga ratusan ribu rupiah.










 

Share:

Info Beasiswa

 





INFORMASI


1.Bagi orang tua yang berharap putra putrinya mondok dan kesulitan pembiayaan,kami membuka jalur khusus

2.Pembiayaan pada pondok kami memiliki subsidi silang,pembiayaan di sesuaikan dengan kemampuan orang tua

Jalur khusus di batasi sebelum 5 April 2021.

Share:

Risalah Keutamaan Malam Nisfu Sya’ban




 
Risalah Keutamaan Malam Nisfu Sya’ban


Allah swt telah memberikan keistimewaan pada hari-hari tertentu dan tempat-tempat tertentu. Keistimewaan itu adalah berupa ampunan dosa dan pahala ibadah yang lebih besar dibanding hari-hari atau waktu-waktu biasanya. Misal saja, beribadah di Bulan Ramadhan lebih besar pahalanya dibanding bulan-bulan biasanya. Shalat di Masjidil Haram juga demikian, lebih besar pahalanya dibanding shalat di masjid biasa.

Di antara keistimewaan itu adalah malam pertengahan bulan Sya’ban atau biasa orang menyebutnya malam Nishfu Sya’ban. Malam yang bertepatan dengan tanggal 15 Sya’ban.

 Seorang ulama bernama Syekh Abdullah Muhammad al-Ghimari menuliskan sebuah risalah yang menjelaskan keutamaan-keutamaan malam tersebut. Risalah itu beliau namai dengan judul Husnul Bayan fi Lailatin Nishfi min Sya’ban.
Alasan beliau menulis risalah ini adalah, karena setiap tahun banyak masyarakat yang menanyakan amalan serta doa-doa malam Nisfu Sya’ban kepada beliau. Mulanya beliau hanya menjawab dengan lisan atau menuliskan di beberapa majalah Islam. Begitu menyadari pertanyaan itu akan dialaminya setiap tahun, Syekh Abdullah memutuskan untuk menuliskannya dalam risalah kecil setebal 42 halaman.

 Risalah ini beliau tulis dengan ringkas. Meski demikian, menurut beliau, pembahasannya padat, tidak bertele dan memiliki banyak faedah. Risalah ini disarikan dari beberapa kitab-kitab besar terkait. Seperti kitab Al-Idhah karya Ibnu Hajar al-Haitami, kitab Ma Ja’a fi Syahri Sya’ban karya Al-Hafidz Abu al-Khatib Dihyah al-Andalusi dan Fi Lailatin Nishfi karya Al-Ajhuri (seorang Syekh bermadhab maliki).

Menurut Syekh Abdullah, keutamaan malam Nisfu Sya’ban ini sudah populer sejak dulu. Saat malam itu tiba, orang-orang akan menghidupkan malam dengan beribadah, memanjatkan doa dan membaca dzikir-dzikir.

Meski begitu, menurut Syekh Abdullah, para ulama berbeda pendapat soal bagaimana prosedur yang tepat untuk menghidupkan malam mulia itu. Apakah bisa dilakukan dengan bersama-sama (berjama’ah) atau harus sendiri-sendiri? Apakah menambahkan ibadah di dalamnya termasuk bid’ah atau tidak? Semuanya memiliki argumen masing-masing.
 
 
Melihat realita itu, Syekh Abdullah memilih pendapat yang tidak memberatkan. Mungkin, hemat penulis, Syekh Abdullah tidak ingin memberatkan masyarakat yang sudah mendarah daging melakukan amalan-amalan malam Nisfu Sya’ban. Sehingga beliau memilih pendapat yang tidak mengusik masyarakat. Beliau memilih untuk tidak membid’ahkan. Meskipun dalil-dalil tentang amalam malam Nisfu Sya’ban itu berupa hadis dha’if, atau bahkan mungqathi’, itu sudah dianggap cukup karena amalan malam Nisfu Sya’ban merupakan dari fadha’ilul a’mal (bentuk amal ibadah yang dianjurkan sebagai pendorong untuk mendekatkan diri kepada Allah swt).

 Belum lagi dasar amalan malam Nisfu Sya’ban terdapat dalam hadis yang tercatat dalam Sahih Muslim. Tentu, menurut Syekh Abdullah, ini lebih menguatkan kebasahan amalan malam Nisfu Sya’ban itu. Hadis itu diriwayatkan dari Jabir bin Abdullah ra berikut,

 

Dari Jabir ra. berkata, “Aku mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, ‘Sesungguhnya pada malam hari itu ada satu waktu yang tidaklah seorang muslim tepat pada waktu itu meminta kepada Allah kebaikan perkara dunia dan akhirat, melainkan Allah pasti memberikannnya kepadanya. Dan waktu itu ada pada setiap malam.” (HR Muslim)

 

Melihat keumuman hadis ini, malam Nisfu Sya’ban masuk dalam kategori malam yang memiliki keistimewaan sebagaimana dimaksudkan dalam hadis. Sehingga wajar jika pada malam itu dianjurkan memperbanyak ibadah agar bisa meraih sesuatu yang dijanjikan: memperoleh doa yang pasti dikabulkan.


Sejarah Praktik Peringatan Malam Nisfu Sya’ban

Mengawali pembahasannya, Syekh Abdullah menjelaskan tentang sejarah peringatan malam Nisfu Sya’ban dan menjelaskan pula mengapa bisa terjadi perbedaan pendapat ulama: ada yang membenarkan dan mempraktikannya, ada pula yang membid’ahkannya

Pertama kali yang memperingati malam Nishfu Sya’ban adalah dari kalangan Tabi’in penduduk negeri Syam, seperti Kholid bin Ma’dan, Makhul, Luqman bin ‘Amir dan lain-lain. Mereka mengagungkan malam itu dan memperbanyak ibadah di dalamnya. Hingga kemudian tersiar kabar bahwa yang mereka lakukan itu bersumber dari atsar isra’iliyat (perkataan sahabat yang sebenarnya adalah buatan orang Yahudi -pen).

Setelah itu, ada dua kubu yang menyikapi peringatan malam Nisfu Sya’ban. Sebagian mengikuti apa yang dilakukan para tabi’in negeri Syam. Mereka adalah orang-orang Bashrah dan yang lainnya. Sementara ulama penduduk Hijaz menentangnya dan menganggap sebagai praktik bid’ah. Di antara penduduk Hijaz itu adalah Imam ‘Atha, Ibu Abi Malikah dan para fuqaha dari kota Madinah.

 

Bentuk Praktik Ibadah Malam Nisfu Sya’ban 

Para ulama negeri Syam berbeda pendapat soal bagaimana cara menghidupkan malam Nisfu Sya’ban. Sebagian dari mereka ada yang memperingatinya dengan beribadah secara berjama’ah di masjid dengan mengenakan pakaian terbaik, membakar kemenyan (untuk pengharum -pen), mengenakan sibak dan menghidupkan malam dengan beribadah di masjid tersebut. Pedapat ini didukung oleh Ishaq bin Rahaweh dan diunggulkan oleh Imam Al-Walid ra.

Sementara sebagian ulama Syam yang lain menghukumi makruh jika dilakukan berjamaah di masjid dalam bentuk membaca kisah-kisah dan berdoa. Tapi jika shalat sendiri di masjid untuk laki-laki, maka boleh. Ulama yang berpendapat demikian adalah Imam Al-Auza’i, seorang imam bagi penduduk Syam saat itu.

Keutamaan Malam Nisfu Sya’ban dan Dalilnya

Selanjutnya, Syekh Abdullah melanjutkan pembahasan keutamaan malam Nisfu Sya’ban dengan menyebutkan dalil-dalil yang menjadi dasar keutamaan malam Nisfu Sya’ban tersebut, baik dalam bentuk hadis maupun atsar sahabat. Ada 10 hadis yang beliau paparkan, di antaranya adalah hadis di bawah ini:


 “Ketika malam Nisfu Sya’ban tiba, maka beribadahlah di malam harinya dan puasalah di siang harinya. Sebab, sungguh (rahmat) Allah turun ke langit dunia saat tenggelamnya matahari. Kemudian Ia berfirman: “Ingatlah orang yang memohon ampunan kepadaKu maka Aku ampuni, ingatlah orang yang meminta rezeki kepada–Ku maka Aku beri rezeki, ingatlah orang yang meminta kesehatan kepada–Ku maka Aku beri kesehatan, ingatlah begini, ingatlah begini, sehingga fajar tiba.”

Sementara atsar yang dikutip Syekh Abdullah adalah riwayat Nauf al-Bikali, dia berkata, “Sungguh Ali pada malam Nishfu Sya’ban beliau keluar (dari rumah) dan mengulanginya berkali-kali seraya melihat ke langit. Beliau berkata:

                “Sungguh saat ini tidaklah seseorang berdoa kepada Allah melainkan akan Ia kabulkan, tidaklah seseorang memohon ampunan kepada–Nya pada malam ini melainkan Ia akan mengampuninya, selama ia bukan seorang ‘asysyar (penarik pungutan liar), tukang sihir, tukang syair, tukang ramal, pengurus pemerintahan suatu daerah, tentara pilihan penguasa, penarik zakat, pemukul genderang dan tambur.”

Muhammad Abror, Mahasantri Saidusshiddiqiyah Jakarta, alumnus Pesantren KHAS Kempek Cirebon Identitas Kitab Judu: Husnul Bayan fi Lailah an-Nishfi min Sya'ban Penerbit: Dar 'Alam al-Kutub Cetakan: kedua, tahun 1985  Tebal: 42 halaman



Share:

Menyiapkan Anak Memasuki Masa Aqil Baligh



Dicatat Oleh : Abi Rayyan

di Parenting Sdit Harbun Purwokerto , 30-01-2020

Menyiapkan Anak Memasuki Masa Aqil Baligh

Jangan sekali-kali melakukan sesuatu tanpa ilmu pengetahuan tentangnya. Karena sesungguhnya pendengaran, penglihatan, dan hati yang merasakan. Semua akan dimintakan pertanggungjawabannya.

(Lihat, Al Isra: 36)

وَلَا تَقْفُ مَا لَيْسَ لَكَ بِهٖ عِلْمٌ ۗاِنَّ السَّمْعَ وَالْبَصَرَ وَالْفُؤَادَ كُلُّ اُولٰۤىِٕكَ كَانَ عَنْهُ مَسْـُٔوْلًا

Sejarah mencatat, banyak tokoh pra Kemerdekaan berasal dari Ranah Minang. Apa sebab? Anak-anak Minangkabau dididik di Surau. Umur 12 tahun ke atas tidur di Surau ditendang dari Rumah Gadang mereka, dididik para datuknya, ditempa kedewasan, belajar silat, tabek dan nge-lapau.

Pengalaman mendampingi anak Surau Merantau di tahun pertama, kebutuhan program dicukupi 25% oleh mereka sendiri. Dan, seterusnya meningkat pelan-pelan.

Ada 4 fase pendidikan dalam era kenabian: thufulah, tamyiz, murohaqah dan syabab. Semua fase sebenarnya menyiapkan anak-anak menjadi aqil baligh.

Pendidikan aqil baligh bisa dilihat bagaimana

Zaid bin Tsabit dididik, produk pendidikan bersama Rasulullah. Magang bersama Rasulullah, menguasai bahasa asing (Ibrani) dalam waktu kurang dari 20 hari.

Trend sekarang, anak baligh lebih cepat, aqil lebih lambat – aqil belakangan. Sementara, diusia balighnya sudah harus terkena beban syariat, namun kondisi masih kekanak-kanakan (belum dewasa: aqil).

Baru sepekan yang lalu kita dikejutkan siswa usia 14 tahun karena tidak tahan dibully, kemudian bunuh diri lompat dari lantai empat sekolahnya. Ternyata ditelusur di rumahnya, anak yang kehilangan hadirnya ayah dan ibunya. Bunda Risman sering menyebut Bangsa kita bangsa tanpa Ayah, fatherless country. Pak Aad (Adriano Rusfi) sering mengulang kondisi saat ini banyak kita temukan Ayah yang Abai, Ibu yang lebay. Lahirlah generasi alay. Nauudzubillah…

Orangtua sering sok tahu ditidaktahunya! Membatasi kurikulum langit hadir di pendidikan kehidupan anaknya. Melarang anaknya keluar rumah. Takut keluar dibully, dikurung dirumah, keluar rumah eh.. kena bully. Cara Allah menyiapkan anak kita kuat, diluar sana kadang harus berhadaoan dengan kondisi yang tidak sesuai ekspektasi. Tapi, orangtuanya baper, lebay dan korbannya anak yang balau (mateng gak mentah gak).

Orangtua harus memahami, pendidikan memerlukan sinergi, kerjasama antara orang tua dan sekolah. Orangtua harus tega. Salah satu kunci anak, aqil dan balighnya bisa bersamaan adalah rasa tega orangtua terhadap anak dalam mendidik mereka.

Kita meyakini! Sebaik-baik pendidikan adalah pendidikan yang diajarkan langsung oleh ayah-bundanya. Rumah adalah miniatur peradaban. Sementara sekolah adalah mitra orangtua karena keterbatasan ilmu tentang pedagogik dll.

Rumah adalah miniatur perdaban. Karena memiliki empat unsur peradaban yang melekat didalamanya : Agama-Manusia-Alam-Zaman.

Setiap kita punya zaman masing-masing. Batasan waktu masing-masing untuk berkontribusi pada pendidikan anak kita.

Jika saat ini anak-anak kita lemah dan rentan (misal dibully). Barangkali di rumah kita tidak menyiapkan mereka anak yang kuat secara mental, tidak disiapkan mampu mengelola masalah yang terjadi di luar sana. Peran orang tua dalam pembentukan mental agama penting pada usia 0-7 tahun (At Thufulah). Karena di usia ini menjadi kunci untuk pertumbuhan fitrah iman mereka.

Salah satu metode dengan membawa anak ke ruang publik. Menyiapkan mereka bermasyarakat. Di fase 7-10 tahun (Tamyiz) ini bisa jita mulai, menyiapkan anak-anak siap belajar.

Fase 13-14 tahun,  Transisi, yang namanya transisi tidak lama harusnya. Hari ini diperlama dengan kesibukan akademik oleh “orangtua dan sekolah”.

Kita sudah harus lebih “tega”. Zaid bin Tsabit umur 13 tahun meminta ikut berperang. Tidak diizinkan Rasulullah, tapi disuruh “magang” di bersama Rasulullah. Umur 15 tahun Zaid baru diizinkan untuk berperang. Dan, potensinya tergali khususnya dalam berbahasa. Peran manfaatnya adalah menjadi juru tulis Rasulullah SAW. Surat-surat ekspansi dakwah ke Raja-raja diluar Madinah ditulis oleh Zaid bin Tsabit.

Temukan bakat anak dan kembangkan (magangkan, mentoring dan coaching mereka). Berikan aktivitas pembebanan kepada mereka untuk melihat kemandirian dan tanggungjawabnya.

Kasih wewenang dan tanggung jawab teritorial domestik mereka, misal mengatur kamar, memisahkan tempat tidur, dll.

Ketika Rasulullah tahu bakat Zaid adalah bahasa, Rasulullah memberikan

tugas menulis wahyu, dan belajar bahasa Ibrani dan Suryani.

Fase Asyabab (15 thn keatas) : siap mandiri dan memilih cara hidupnya sendiri. Pena sudah diangkt untuknya karena sudah tercatat sebagai aqil baligh, mukallaf.

 

Banyak ayat (14 ayat) dalam Al-Quran, tentang pendidikan,  terkait langsung dengan Ayah. Hadits tentang setiap anak yang lahir dakam kondisi fitrah, secara tegas abah (bapak-ayah) lah yang kemudian memilki pengaruh kuat.

Soekarno : “Beri aku 10 pemuda, akan ku guncang dunia”.

Sa’di : “Beri aku 7 pemuda, akan ku goncang semesta”. Kenyataan hari ini, beri orangtua 1 pemuda, akan pusing 7 keliling dibuatnya!.


Yang kita didik si aqil baligh bukan sholeh.

Disebut sholeh, tidak hanya sholeh individual, tapi aktif, kreatif, inovatif, solutif, dan kontributif. Kasih tantangan bisnis, project, magangkan, pilihkan mentor yang sesuai atau coach, murobbi buat mereka dll.


Menyiapkan anak aqil baligh sebenarnya tentang soal kita sebagai orangtua mereka  menyiapkan diri bukan sekedar menjadi orangrua mereka, tetapi bersiap menjdi partner mereka dalam project-project peradaban selanjutnya. Kita bersiap menjadi fasilitator, mentor bahkan coach buat mereka.


Apakah kita siap untuk meng aqil balighkan anak-anak kita?

Kata kuncinya di TEGA, GALI POTENSI ANAK dan terus ASAH sisi tajamnya (potensi mereka) siasati sisi lemahnya (yang bukan bakat mereka), beri pembebanan bukan kenyamanan – beri TAKLIF bukan full fasilitas. Wallahu’alam

 


 

Share:

Manfaat Menyekolahkan Anak Di Pondok Pesantren

 


5 Manfaat Menyekolahkan Anak di Pondok Pesantren

 

Setiap orangtua menginginkan anak-anaknya menjadi anak yang sukses di masa depan. Bukan hanya sukses dari segi material, tetapi juga dapat sukses di kehidupannya sehari-hari. Menjadi anak yang berbakti, anak yang baik, dan anak yang tidak mudah putus asa dalam kehidupannya. Poin ini juga menjadi dasar bagi orangtua untuk memilih sekolah yang tepat untuk anak mereka.

Salah satu alternatif sekolah yang sedang banyak diminati adalah sekolah pondok pesantren. Inilah lima manfaat sekolah pondok pesantren yang baik untuk anak-anak. Ada apa saja?

1. Menanamkan nilai-nilai agama

Manfaat terpenting dari sekolah di pondok pesantren ini adalah menanamkan nilai-nilai agama untuk anak-anak. Maraknya kasus pergaulan bebas saat ini bisa menjadi pemicu utama bahwa nilai-nilai agama sangatlah penting untuk kehidupan. Apalagi tidak ada agama yang mengajarkan tentang keburukan.

2. Mendidik kemandirian

Di dalam pondok pesantren, anak-anak akan dididik untuk mengatur keuangannya dan kehidupannya sendiri di asrama. Mulai dari mencuci baju, uang jajan, membersihkan kamar, piket kamar mandi atau piket mengambil makanan. Kegiatan sehari-hari yang biasanya dibantu oleh kedua orangtua, harus mereka jalani sendiri di asrama. Nanti ketika hidup merantau, tentunya mereka tidak akan kesulitan lagi untuk menjalani kehidupannya sehari-hari.

3. Mengajarkan hidup sederhana

Pondok pesantren juga mengajarkan kepada anak-anak untuk hidup dengam sederhana. Dengan memakai pakaian serta atribut lainnya yang tidak menampakkan kemewahan, akan tetapi tetap terlihat sopan dan layak. Mengajarkan untuk makan dengan lauk apa adanya dan uang jajan yang secukupnya. Bukan berarti pelit lho ya

4. Membangun rasa percaya diri

Manfaat lainnya adalah membangun rasa percaya diri anak. Dengan bersekolah di pondok pesantren, maka anak akan bertemu dengan teman-teman mereka lebih sering daripada di sekolah formal biasa. Tentunya tanpa campur tangan dari kedua orang tuanya. Mereka secara perlahan akan melatih diri untuk percaya diri di depan teman-temannya dan orang lain.

5. Belajar tentang arti kehidupan


Sekolah pondok pesantren ini juga mengajarkan kepada anak-anak untuk lebih memahami tentang arti sebuah kehidupan. Apa yang mereka inginkan tidak semuanya dapat terpenuhi, atau bahkan orang lain juga bisa tidak sependapat dengan mereka. Banyak belajar berbagi dengan sesama manusia, baik yang mampu atau kurang mampu.

Itulah lima manfaat yang akan orangtua dapatkan dengan menyekolahkan anak di pondok pesantren. Semoga dapat menjadi pertimbangan untuk kebaikan anak.





 Griya tahfidz alfiil adalah lembaga setara SMP)tsanawiyyah utk menjadikan Alquran sebagai Alhuda Alfurqon dan AsyyiffaAlquran menjadi hal utama yang di pelajari,di fahami,di hafalkan dan di jadikan aplikasi untuk setiap harinya.Di perkuat dengan thibbun nabawwiysehingga santri/wati tercipta orang yang sehat lahir batin ,sehat untuk taat, taat dalam hidup untuk akhirat

DAPATKAN DISKON 60% UNTUK 30 PENDAFTAR PERTAMA

INFO PPDB:0818-0266-0111 (Bu Novi) / 0812-1327-8668 (Pak Anhar)

Alamat: Jl. Lele I, Bambu Apus, Kec. Pamulang, Kota Tangerang Selatan, Banten 15415

 

 


Share:

Total Tayangan Halaman

Label

Arsip Blog

Label

Label