Dicatat Oleh : Abi Rayyan
di
Parenting Sdit Harbun Purwokerto , 30-01-2020
Menyiapkan Anak Memasuki Masa Aqil Baligh
Jangan
sekali-kali melakukan sesuatu tanpa ilmu pengetahuan tentangnya. Karena
sesungguhnya pendengaran, penglihatan, dan hati yang merasakan. Semua akan
dimintakan pertanggungjawabannya.
(Lihat, Al
Isra: 36)
وَلَا
تَقْفُ مَا لَيْسَ لَكَ بِهٖ عِلْمٌ ۗاِنَّ السَّمْعَ وَالْبَصَرَ وَالْفُؤَادَ
كُلُّ اُولٰۤىِٕكَ كَانَ عَنْهُ مَسْـُٔوْلًا
Sejarah
mencatat, banyak tokoh pra Kemerdekaan berasal dari Ranah Minang. Apa sebab?
Anak-anak Minangkabau dididik di Surau. Umur 12 tahun ke atas tidur di Surau
ditendang dari Rumah Gadang mereka, dididik para datuknya, ditempa kedewasan,
belajar silat, tabek dan nge-lapau.
Pengalaman
mendampingi anak Surau Merantau di tahun pertama, kebutuhan program dicukupi
25% oleh mereka sendiri. Dan, seterusnya meningkat pelan-pelan.
Ada 4 fase pendidikan dalam era kenabian: thufulah,
tamyiz, murohaqah dan syabab. Semua fase sebenarnya menyiapkan anak-anak
menjadi aqil baligh.
Pendidikan aqil baligh bisa dilihat bagaimana
Zaid bin
Tsabit dididik, produk pendidikan bersama Rasulullah. Magang bersama
Rasulullah, menguasai bahasa asing (Ibrani) dalam waktu kurang dari 20 hari.
Trend
sekarang, anak baligh lebih cepat, aqil lebih lambat – aqil belakangan.
Sementara, diusia balighnya sudah harus terkena beban syariat, namun kondisi
masih kekanak-kanakan (belum dewasa: aqil).
Baru
sepekan yang lalu kita dikejutkan siswa usia 14 tahun karena tidak tahan
dibully, kemudian bunuh diri lompat dari lantai empat sekolahnya. Ternyata
ditelusur di rumahnya, anak yang kehilangan hadirnya ayah dan ibunya. Bunda
Risman sering menyebut Bangsa kita bangsa tanpa Ayah, fatherless country. Pak
Aad (Adriano Rusfi) sering mengulang kondisi saat ini banyak kita temukan Ayah
yang Abai, Ibu yang lebay. Lahirlah generasi alay. Nauudzubillah…
Orangtua
sering sok tahu ditidaktahunya! Membatasi kurikulum langit hadir di pendidikan
kehidupan anaknya. Melarang anaknya keluar rumah. Takut keluar dibully,
dikurung dirumah, keluar rumah eh.. kena bully. Cara Allah menyiapkan anak kita
kuat, diluar sana kadang harus berhadaoan dengan kondisi yang tidak sesuai
ekspektasi. Tapi, orangtuanya baper, lebay dan korbannya anak yang balau
(mateng gak mentah gak).
Orangtua
harus memahami, pendidikan memerlukan sinergi, kerjasama antara orang tua dan
sekolah. Orangtua harus tega. Salah satu kunci anak, aqil dan balighnya bisa
bersamaan adalah rasa tega orangtua terhadap anak dalam mendidik mereka.
Kita
meyakini! Sebaik-baik pendidikan adalah pendidikan yang diajarkan langsung oleh
ayah-bundanya. Rumah adalah miniatur peradaban. Sementara sekolah adalah mitra
orangtua karena keterbatasan ilmu tentang pedagogik dll.
Rumah
adalah miniatur perdaban. Karena memiliki empat unsur peradaban yang melekat
didalamanya : Agama-Manusia-Alam-Zaman.
Setiap
kita punya zaman masing-masing. Batasan waktu masing-masing untuk berkontribusi
pada pendidikan anak kita.
Jika saat
ini anak-anak kita lemah dan rentan (misal dibully). Barangkali di rumah kita
tidak menyiapkan mereka anak yang kuat secara mental, tidak disiapkan mampu
mengelola masalah yang terjadi di luar sana. Peran orang tua dalam pembentukan
mental agama penting pada usia 0-7 tahun (At Thufulah). Karena di usia ini
menjadi kunci untuk pertumbuhan fitrah iman mereka.
Salah satu
metode dengan membawa anak ke ruang publik. Menyiapkan mereka bermasyarakat. Di
fase 7-10 tahun (Tamyiz) ini bisa jita mulai, menyiapkan
anak-anak siap belajar.
Fase 13-14 tahun, Transisi, yang namanya
transisi tidak lama harusnya. Hari ini diperlama dengan kesibukan akademik oleh
“orangtua dan sekolah”.
Kita sudah
harus lebih “tega”. Zaid bin Tsabit
umur 13 tahun meminta ikut berperang. Tidak diizinkan Rasulullah, tapi disuruh “magang” di
bersama Rasulullah. Umur 15 tahun Zaid baru diizinkan untuk berperang. Dan,
potensinya tergali khususnya dalam berbahasa. Peran manfaatnya adalah menjadi
juru tulis Rasulullah SAW. Surat-surat ekspansi dakwah ke Raja-raja diluar
Madinah ditulis oleh Zaid bin Tsabit.
Temukan
bakat anak dan kembangkan (magangkan, mentoring dan coaching mereka). Berikan
aktivitas pembebanan kepada mereka untuk melihat kemandirian dan
tanggungjawabnya.
Kasih
wewenang dan tanggung jawab teritorial domestik mereka, misal mengatur kamar,
memisahkan tempat tidur, dll.
Ketika
Rasulullah tahu bakat Zaid adalah bahasa, Rasulullah memberikan
tugas
menulis wahyu, dan belajar bahasa Ibrani dan Suryani.
Fase Asyabab (15 thn keatas) : siap mandiri
dan memilih cara hidupnya sendiri. Pena sudah diangkt untuknya karena sudah
tercatat sebagai aqil baligh, mukallaf.
Banyak
ayat (14 ayat) dalam Al-Quran, tentang pendidikan, terkait langsung
dengan Ayah. Hadits tentang setiap anak yang lahir dakam kondisi fitrah, secara
tegas abah (bapak-ayah) lah yang kemudian memilki pengaruh kuat.
Soekarno :
“Beri aku 10 pemuda, akan ku guncang dunia”.
Sa’di :
“Beri aku 7 pemuda, akan ku goncang semesta”. Kenyataan hari ini, beri orangtua
1 pemuda, akan pusing 7 keliling dibuatnya!.
Yang kita didik si aqil baligh bukan sholeh.
Disebut
sholeh, tidak hanya sholeh individual, tapi aktif, kreatif, inovatif, solutif,
dan kontributif. Kasih tantangan bisnis, project, magangkan, pilihkan mentor
yang sesuai atau coach, murobbi buat mereka dll.
Menyiapkan anak aqil baligh sebenarnya tentang
soal kita sebagai orangtua mereka menyiapkan diri bukan sekedar menjadi orangrua
mereka, tetapi bersiap menjdi partner mereka dalam project-project peradaban
selanjutnya. Kita bersiap menjadi fasilitator, mentor bahkan coach buat mereka.
Apakah kita siap untuk meng aqil balighkan anak-anak kita?
Kata kuncinya di TEGA, GALI POTENSI ANAK dan terus ASAH sisi
tajamnya (potensi mereka) siasati sisi lemahnya (yang bukan bakat mereka), beri
pembebanan bukan kenyamanan – beri TAKLIF bukan full fasilitas. Wallahu’alam
Tidak ada komentar:
Posting Komentar